Rabu, 27 Mei 2015

Budaya Timor

Pandangan Budaya Timor tentang Yesus



Doktrin Kristiani mengajarkan bhwa Kristus adalah Tuhan, dan tidak ada keselamatan di luar Kristus. Jadi keselamatan dan hidup yang kekal adalah semata-mata anugerah dari Allah dan jalan menuju ke sana hanya ada di dalam Kristus (Yoh 14:6). Kemudian, muncullah pertanyaan; bagaimana dengan mereka yang belum pernah sama sekali mengenal Allah dalam Yesus Kristus? Apakah pada akhirnya mereka tidak bisa menikmati keselamatan, walaupun mereka juga adalah ciptaan-Nya?
Sesungguhnya Allah sengat mengasihi manusia ciptaanNya, dan Allah ingin manusia yang berdosa sejak kejatuhan di Taman Eden bisa memiliki kembali kemuliaan yang Allah sediakan (Yoh. 3:16). Allah melihat manusia semakin jauh dari jalan keselamatan itu, sehingga ia harus datang sendiri ke dunia untuk membawa umat-Nya kembali kepadaNya. Oleh karena itu, percaya kepada Allah merupakan jalan keselamatan bagi orang-orang yang hidup sebelum Allah menjelma ke dunia di dalam Yesus Kristus, yaitu orang-orang yang belum mengenal Yesus. Predikat “orang yang belum mengenal Yesus“ juga bisa disematkan kepada orang yang hidup sesudah Yesus, tapi belum pernah sama sekali tahu segala sesuatu tentang Dia.
Yohanes 1:10 menyatakan kepada kita, bahwa Allah Sang Pencipta telah ada dan eksis di dalam dunia, di kalangan orang orang yang tidak mengenalNya. Ia telah ada dan berkarya untuk ciptaanNya lewat berbagai cara. Salah satu karya Allah untuk kebaikan manusia dinyatakan di dalam kerangaka berpikir, adat istiadat dan pola kepercayaan di dalam suatu budaya. Budaya merupakan wahana komplek yang mencakup semua peradaban manusia, hubungan manusia, baik dengan alam, sesama maupun Sang Pencipta.
Allah dan sang Firman (ibr 1;2) sudah lebih dulu ada di dalam semua budaya, tidak ada budaya yg berdiri di luar jangkauan pemeliharaan dan pemerintahannya, sejahat dan seberdosa apapun budaya itu, pasti ada tersimpan jejak dan sidik jari Allah di dalamnya.
Hal ini juga berlaku bagi budaya2 yg ada di indonesia, Allah telah berada di dalam budaya2 di indonesia, sehingga nilai2 dan paradigm budaya2 tsb memiliki kandungan nilai2 religius yang tinggi, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa Allah yang  dikenalbudaya2  saat itu tidak seperti yang kita  ilhami saat ini, walaupun sebenarnya Subyektifitas Allah tetap sama.
Untuk menyatakan keberadaan Allah dalam budaya mereka, masyarakat menempatkan figur Allah di dalam budaya mereka dengan membuat perangkat2 budaya tertentu sebagai representasi Allah dalam peradaban budaya tersebut.
Latar Belakang
Pulau Timor adalah salah satu pulau di Nusantara yang berada di gugusan Nusa Tenggara atau Sunda Kecil. Pulau ini merupakan salah satu pulau terluar Republik kita, karena langsung berbatasan dengan laut maupun daratan yang merupakan wilayah  negara lain, yaitu Australia dan Timor Leste. Pulau Timor membujur dari timur laut ke arah barat daya. Secara koordinat, Pulau Timor terletak pada 123°BT -127°BT dan 8°LU - 10°LU. Disebelah timur, Pulau Timor berbatasan dengan Kepulauan Selatan Daya ( Maluku), Samudera Indonesia dan wilayah Timor Leste, sebelah barat dengan Laut Sabu, Pulau Semau dan Pulau Rote, sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia dan sebelah Utara dengan Laut Sawu serta Pulau Alor, Pulau Atauro (RDTL) dan pulau Wetar (Maluku).
Di Pulau Timor secara keseluruhan terbagi menjadi 2 wilayah besar, yaitu Timor bagian Barat yang merupakan bagian dari Propinsi NTT - yang mencakup Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor tengah Selatan (TTS), Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Kabupaten Belu -, dan Timor bagian Timur yakni sebuah negara merdeka yang terlepas dari Wilayah NKRI pada tahun 1999 dengan nama República Democràtiça de Timor-Leste (RDTL).
Terdapat tiga suku di Pulau Timor, yaitu Suku Tetun di Wilayah Timor Leste serta Belu, Suku Dawan di Kupang, TTS dan TTU, dan Suku Helong di bagian barat wilayah Kabupaten Kupang. Suku Helong merupakan suku yang budayanya banyak meresap dari masyarakan Pulau Semau yang telah lama datang dan menetap di wilayah Kupang Barat. Sedangkan Suku Tetun lebih kental dengan budaya Poertugis, karena sejak ratusan tahun yang lalu, wilayah tetun merupakan jajahan Portugal hingga tahun 1975, sebelum bergabung dengan RI dan akhirnya merdeka menjadi RDTL Suku dawan merupakan satu-satunya suku yang mencerminkan budaya Timor yang sesungguhnya, oleh karena itu,  sebutan “Orang Timor” atau “masyarakat Timor” dan lebih cenderung berkiblat pada Suku Dawan yang merupakan Suku terbesar di Pulau Timor. Jadi, bisa disimpulkan bahwa Budaya Timor adalah budaya Suku Dawan. Dalam Budaya Timor, bahasa yang di gunakan adala bahasa Dawan atau bahasa Atoni Uab Meto. Adapun budaya dawan ini terbentuk dari beberapa sub-suku antara lain; sub-suku Amanuban, Amanatun dan Mollo di TTS,  sub-suku Miomafo, Biboki dan Insana di TTU,sub-suku Kopas, Timaus, AmfoangFatuleu, Sonba'i dan Nairasi di Kabupaten KupangSejak jaman dulu, sudah ada kerajaan-kerajaan di wilayah dawan, seperti Amarasi, Amfoang, Fatuleu, Sonbai, Amanatun, Amanuban, Mollo, Insana dan Biboki. Sebagian besar kerajaan di atas masih ada di dalam pemerintahan adat hingga kini.
  
Pandangan Umum Tentang Allah
Masyarakat dawan seperti masyarakat pada suku dan budaya lainnya, memiliki kepercayaan terhadap Tuhan. Mereka menyapa Allah dengan Uis Neno, yang mereka sebut sebagai Alulut atau Amo’et (Pencipta), Apinat Aklahat (yang bersinar dan membakar), Manikin na Oetene (yang memberikan air dan kesejukan), Afatis Apakaet (yang memelihara), Afaot (yang menumbuhkan), danAfinit Amnanut (yang bersemayam di tempat yang maha tinggi). Ini tercermin di dalam sistem kepercayaan agama suku dawan yang diaplikasikan ke dalam norma adat istiadat, hukum adat hingga berbagai ritual. Di kalangan orang Timor, ada hitungan dari 1 sampai 7, dimana yang ke-7 adalah Uis Neno. (bdg. Kej. 2:2-3, Kel 34:21).
Kepercayaan Orang Timor tentang Buaya
Buaya adalah salah satu Reptil yang telah dikenal luas di Indonesia. Mungkin masyarakat Indonesia pada umumnya lebih cenderung menempatkan buaya dalam arti negatif.  Buaya sering menjadi representasi dari hal yang buruk, seperti rakus, angkuh, picik, dan sebagainya. Ini dapat kita lihat dalam istilah bahasa indonesia yaitu “buaya darat”, “buaya lapar”, dan lain sebainya.
Namun, bagi orang Timor, penilaian akan hal ini sangatlah bertolak belakang dengan sistem kepercayaan orang timor. Orang timor menempatkan buaya sebagai simbol yang sangat istimewa, suatu lambang yang sangat dikeramatkan dan disembah.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap buaya, orang timor menaruh simbol dari figur buaya ini ke dalam ornamen dan perangkat budaya orang timor. Simbol buaya terdapat pada anyaman daun lontar pada hiasan di dinding atau gerbang, tempat sirih-pinang (oko mama), tempat tembakau dan kapur (tiba’), pada motif tenunan, pada motif ukiran di kayu atau pahatan di batu, bahkan pada gambar tubuh atau tato.
Buaya sangatlah istimewa bagi orang timor, karena menurut mereka, buaya adalah representasi dari sosok yang menjadi penyelamat, pemberi dan penopang kehidupan,  bagi orang timor. Buaya dianggap sebagai pengasa lautan, sungai, penyedia kesejukan, pemberi hujan untuk kesuburan dan kesejahteraan, singkatnya Buaya adlah penguasa air.
Karena topografi ulau timor yang kering dan gersang ( pah meto), air menjadi kebutuhan hayati yang sangat hakiki dan sangat diperlukan dan dihapakan.  Air menentukan hidup atau mati, kemakmuran atau kemelaratan. Oleh sebab itu, penyembahan terhadap buaya adalah sebuah keharusan apabila orang timor menginginkan kemakmuran, kesejahteraan dan kekayaan.
Buaya dianggap sebagai pemberi kerbau, sapi, kambing, ayam dan tenak laiinya bagi orang timor, jadi dalam ritus agama suku dawan, buaya sering diberikan persembahan berupa kerbau, sapi, kambing, ayam dan binatang peliharaan lainnya sebagai bentuk ucapan syukur dan tanda penghormatan orang timor kepada sang penopang hidup.
Buaya tidak hanya menjadi penopang bagi orang timor. Ia bahkan memberi hidupnya sendiri untuk kelangsungan hidup orang timor. Keyakinan ini tercermin di dalam mitologi yang tertanam pada orang timor. Ada mitos orang timor yang menceritakan tentang asal-muasal terbentuknya pulau timor. Pulau timor dipercaya sebagai jelmaan dari seekor buaya. Diceritakan, ada seekor anak buaya sedang sekarat di suatu tempat yang jauh dari laut. Kemudian datanglah seorang anak manusia menghampiri anak buaya itu, anak kecil itu merasa kasihan kepada anak buaya itu, lalu dibawanya anak buaya itu ke pantai. Ketika anak buaya itu masuk ke laut, sekonyong-konyong naiklah air  hingga menutupi daratan. Melihat hidup anak itu terancam, sang buaya kemudian menaikan anak itu ke punggungnya dan berjanji akan melindungi anak itu dari segala ancaman. Waktu berlalu, sang buaya menjadi semakin tua dan lelah karena terlalu banyak beban di pundaknya oleh anak manusia tang telah berkebang biak. Hingga saat hampir tiba ajalnya, sang buaya membiarkan  anak itu dan keturunannya tetap hidup di atas punggungnya, karena tidak ada daratan bagi mereka. Pesan dari sang buaya, anak manusia dan keturunannya itu boleh menikmati segala sesuatu yang ada di atas punggungnya dan segala sesuatu yang keluar dari tubuhnya. Buaya itu pun mati dan berubah menjadi daratan yang kemudian dinamakan Timor.
Karena mitos asal mula pulau timor dan praktek penyembahan orang timor terhadap sosok buaya ini, figur buaya muncul dengan sangat menonjol di kalangan orang timor dalam karya budaya orang timor sebagai bentuk ungkapan syukur orang timor.
Di dalam benak budayanya, orang timor memiliki cerita yang tersimpan indah tentang Sang Buaya. Mereka mengenal Sang Buaya  lewat mitologi dan kepercayaan agama suku mereka sebagai penopang kehidupan, air hidup yang membawa kesejukkan, dan sosok yang merelakan hidupnya demi kelangsungan hidup orang timor. Sang buaya yang mau mati supaya orang timor yang seharusnya mati tetap hidup.
Yesus dalam Sosok Buaya
Seperti halnya figur buaya di kalangan orang timor, Yesus juga rela memberi hidupnya demi keselamatan manusia. Ia yang adalah Tuhan, mau datang ke dunia, merasakan kesengsaraan hidup manusia yang berdosa, bahkan rela memberi hidupnya supaya manusia tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal.
Bentuk kepercayaan terhadap Sang Buaya ini merupakan salah satu bentuk penyataan diri dari Allah sendiri kepada orang timor dalam budaya timor. Yesus yang di kitab suci di lambangkan dengan Anak domba Allah, di alihwujudkan oleh Allah kepada orang timor dalam sosok Sang Buaya.
Memang agak janggal untuk menyebut Kristus sebagai “ Buaya Kehidupan”, namun apakah kita tidak boleh memberitakan tentang Kristus lewat budaya lokal setempat? Injil akan lebih mudah masuk ke dalam budaya bila Injil itu memperkenalkan diri sebagai budaya itu sendiri, bukan sebagai representasi dari budaya tempat lahirnya injil itu. Karena, di dalam budaya lokal, Allah telah menempatkan penyataan diriNya, meskipun dalam figur yang lain dan tidak lazim. Kita tentu percaya, bahwa Allah bekerja dengan caraNya sendiri, dengan cara yang misterius. Jadi tidak ada cara yang mustahil bagi Allah, dan kita tidak bisa menyangkali itu. Pada akhirnya iman kita jugalah yang akan menjawab semua pertanyaan tentang pemahaman dan pengenalan kita terhadap Allah dalam Kristus Yesus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERJUMPAAN YANG TAK DIINGINKAN

💘💕💗 Yang kutakutkan adalah berjumpa dan kemudian berpisah. Rasa-rasanya tak mampu untuk melepaskanmu dan berpisah denganmu. hari-hari pen...