Jumat, 06 Agustus 2021

Jubah Baru, Nama Baru, Hidup Baru

 

 

Kini kami telah menyelesaikan masa postulan selama satu tahun. Sekarang kami akan melangkah lagi ke tahap berikutnya. Tentu banyak hal yang telah kami alami baik suka maupun duka. Namun karena rasa persaudaraan yang tinggi kami berdelapan mampu menjalani itu semua. Untuk memasuki tahap berikutnya yaitu ke tahap novis. Banyak hal yang telah kami siapkan. Misalnya: Jauh-jauh hari kami sudah me-ngukur habet. Kostum kleding yang paling utama. Kami telah mempersiapkan diri dengan baik dengan mengikuti retret selama lima hari yang dibawakan oleh Sr. M. Christina SFS. Selama retret kami semakin merasakan kasih Yesus lewat pengalaman perjalanan panggilan kami, juga lewat sesama. Setelah kami mempersiapkan diri dengan baik, kami mengajukan nama biara yang telah kami pilih untuk menjadi nama biara kami kepada Pembina kami. Setelah itu kami tinggal menunggu hari spesial yang kami nanti-nantikan.

            Pada hari Senin pagi tepatnya tanggal, 1 Februari 2021 kami mendapat tugas masing-masing dan yang paling sibuk adalah petugas kapel serta panitia pesta penerimaan jubah biara. Pagi itu aku sempat melirik ke kapel St. Fransiskus Biara Pusat, tepatnya di Bunut Suka-bumi. Aku memperhatikan altar yang sangat bagus, dengan dekorasi yang unik, dan rangkaian bunga mawar yang sangat indah dengan perpaduan dari beberapa warna. Yang sangat mengagumkan lagi ketika aku melemparkan pandanganku ke atas. Bapak Fajar bersama teman-temannya sibuk mema-sang kamera untuk live-streaming. Satu kebanggaan besar bagiku, karena walaupun keluarga tidak sempat hadir karena situasi yang tidak mendukung, maupun karena jarak yang jauh, namun Tuhan menunjukkan jalan agar dalam situasi ini keluarga masih bisa menyaksikan hari yang istimewa hari ini.

            Dengan hati berbunga-bunga kami berdelapan mempersiapkan diri untuk memulai hidup baru. Ketika selesai makan siang kami langsung mandi karena pukul 14.00 kami harus sudah ada di ruang rias dan yang akan mendandani kami yaitu Sr. M. Christina SFS, Sr. M. Karolina SFS, Sr. M. Ludovika SFS, dan Sr. M. Clara SFS. Kami didandani semenarik mungkin mulai dari rambut dikonde, muka dipolesi bedak lumayan tebalnya, dan busana yang akan kami kenakan yaitu pakaian adat masing-masing. Ketika aku didandani aku sempat berkata: “Kita ini seperti orang yang hendak bertunangan saja.” Terus ada saudari yang menjawab: “Ya iyalah …, kita kan bertunangan dengan seorang pangeran yang telah memanggil kita.” Aku sadar, benar juga. Hari ini Tuhan Yesus bagaikan seorang pange-ran, dan kami berdelapan adalah permaisuri yang akan menjadi milik-Nya. Uniknya pangeran akan bertunangan dengan delapan permaisuri. Tetapi te-nang saja, kami berdelapan akan selalu damai dan bersukacita karena Sang Pangeran maha adil. Dia tidak akan membeda-bedakan dalam mengasihi kami. Cinta-Nya merata dan sungguh kami rasakan. Sehingga kami tetap setia pada-Nya.   

            Selesai didandani dan menggunakan kebaya putih se-mua serta menggunakan sarung adat masing-masing kami ber-delapan bagaikan putri Solo. Apa lagi kulit Floresnya telah dipolesi dengan bedak tambah lagi kebaya putih yang cerah, tidak apa-apa rambut kritingnya masih nampak. Kan sebentar lagi akan ditutupi he … he … he …. Hari ini bukan hanya kami yang ceria dan bahagia aku juga melihat kebahagiaan dirasakan oleh para suster dan para saudari yang selalu mendukung dan mendoakan kami. Di zaman mi-lenial sekarang suatu kebaha-giaan tidak akan lengkap jika tidak diabadikan dengan ber-foto-foto sebagai kenangan. Maka sambil menunggu Perayaan Ekaristi mulai, kami berfoto-foto dahulu. Baik foto bersama berdelapan, bersama para suster, maupun sendiri-sendiri. Dengan berbagai gaya sampai kami kehabisan gaya. Dari tangan terkatup seperti Bunda Maria, salam dua jari  ala Bapak Joko Widodo, gaya Malaysia, bahkan seorang heo ala Korea.

            Setelah tiba waktunya untuk memulai Perayaan Ekaristi Penerimaan jubah biara pukul 17.00, kami para postulan bersiap-siap masuk kapel. Saat itu hatiku tak keruan antara bahagia dan grogi. Namun sebelumnya, kami beserta para imam dan para suster yang mendampingi kami, berdoa da-hulu mohon rahmat Tuhan agar semuanya berjalan dengan la-ncar. Kami mengikuti perarakan dari depan kapel menuju ke depan altar. Sepanjang perara-kan aku menyerahkan diriku kepada Tuhan. “Tuhan, inillah aku, pakailah aku menjadi alat-Mu.” Aku sangat terharu apalagi dengan lagu pengantar yang sangat merdu. Kami mengikuti Perayaan Ekaristi dengan penuh khidmat. Injil dari Markus 5: 1-20, menjadi bahan refleksi bagiku. Kotbah dari Pastor Pa-roki Sukabumi sangat menyentuh hatiku.

            Pertama, dari segi pakaian. Selain untuk melindungi tubuh, pakaian yang kita kenakan juga dapat menjadi suatu ciri khas seseorang. Dari cara berpakaian kita dapat me-ngenal seseorang. Jadi pakaian juga dapat menjadi identitas seseorang. Orang dapat me-ngenal kita sebagai religius pertama dari segi pakaian dan juga sikap kita. Maka kita tidak boleh menodai atau menajiskan diri kita.

            Kedua, dalam hidup berkomunitas harus mau di-bentuk dan dibina serta harus mampu menciptakan kedamaian dalam hidup bersama. Tidak boleh kehadiranku menjadi beban atau kesulitan bagi orang lain. Juga bacaan dari ( Ibrani 11: 32-40 ) saya merefleksikan bahwa, aku harus mampu membiarkan diri disiksa dalam arti mampu menerima segala tantangan atau risiko yang akan saya alami agar saya mampu untuk bangkit dari segala kesalahan dan kelemahanku.

            Dari segala proses Misa yang kami jalani yang sangat mengesankan bagi kami berde-lapan adalah upacara penerima-an ke dalam Novisiat. Ada perasaan terharu dan bahagia yang kami alami. Terharu karena mulai sekarang kami harus benar -benar meninggalkan orangtua dan segalanya. Bagi saya ini merupakan suatu risiko dan tantangan yang harus kuhadapi. Namun aku juga sangat bahagia dan bersyukur karena aku mampu melewati segala suka dan duka selama satu tahun di postulat hingga hari ini aku akan mengenakan jubah biara dan memakai nama baru sebagai simbol pertobatan saya.

            Ketika Romo telah mem-berkati dan memberikan jubah, kerudung, buku doa, buku regula, lilin, dan salib, kami berdelapan mohon pamit untuk menanggalkan pakaian duniawi kami dan mengganti dengan pakaian surgawi (jubah biara). Ini pertanda kami sudah resmi menjadi seorang permaisuri dari Sang Pangeran yang kami impikan. Tentu kebahagiaan dan sukacita yang kami rasakan bukan hanya kami para suster dan keluarga yang menyaksikan. Pesta hari ini pun membuat kami bersukacita dan terharu. Inilah saat yang ditunggu-tunggu. Kami berdelapan telah mengenakan jubah biara dan berlutut di hadapan Pastor untuk meminta agar diberi nama biara.

          Banyak komentar dari para suster yang hadir apalagi nama kami hampir mirip. Namun kami tetap konsentrasi. Setelah mendapat nama baru aku menyadari, aku bukan Kresen yang dulu lagi. Mulai saat ini kami berdelapan akan memulai hidup baru. Seperti dalam kata sambutan dari Sr. M. Vincentia SFS selaku Pelayan Umum Persaudaraan, harus mampu mengubah sikap, tutur kata yang negatif, atau yang tidak mendukung hidup panggilan kami. Dalam kata sambutan dari Sr. Skolastika perwakilan dari pestawati yaitu, kami akan tetap membuka mata, telinga, dan hati kami, pada bimbingan Tuhan lewat para suster dan para saudari dan sesama yang ada di sekitar kami. Kami juga menyadari bahwa ini adalah awal dari perjuangan kami. Maka kami masih mohon doa dan dukungan dari para suster dan para saudari agar kami berdelapan: Sr. M. Diana SFS, Sr. M. Yohanita SFS, Sr. M. Vianita SFS, Sr. M. Teresa SFS, Sr. M. Skolastika SFS, Sr. M. Fransita SFS, Sr. M. Hyasinta SFS, dan Sr. M. Yohani SFS tetap setia sampai akhir. Kami juga mengucap syukur dan terima kasih atas segala doa dan dukungan dari para suster dan saudara-saudari yang selalu ada untuk kami.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERJUMPAAN YANG TAK DIINGINKAN

💘💕💗 Yang kutakutkan adalah berjumpa dan kemudian berpisah. Rasa-rasanya tak mampu untuk melepaskanmu dan berpisah denganmu. hari-hari pen...