Sebelum
masuk biara, saya memang benar-benar kurang mengtahui tentang apa itu retret.
Yang saya tahu hanyalah rekoleksi. Saat masuk bira saya mendengar cerita dari
para saudari bahwa setiap tahun selalu ada retret tahunan bagi par Suster SFS
dan dari Novisiat pun tak ketinggalan.
Saya pun bertanya: “kembali
melihat/merefleksikan hidup sepanjang tahun.” Ada yang mengatakan: “ retret itu
hal masa/saat yang hening, dan selam retret silentium total,” dll. Mendengar
penjelasan itu saya sedikit mengerti dengan kata retret itu. Dengan menjalani
masa postulat selama ±
7 bulan, tibalah saatnya untuk melaksanakan retret tahunan.
Saya
memamng awalnya tegang dan bingung. Bagaimana saya akan mengikuti retret ini. Apa
yang akan saya lakukan., dsb. Soalnya baru pertama kali mengikuti retret.
Untunghlah sebelum mulai retret, kami diberi penjelasan sedikit tentang retret
tersebut. Oleh Sr. Vincent. Pelaksanaannya antara lain: bahwa retret itu
diibaratkan seperti orang yang sedang berziarah, mengadakan perjalanan jauh.
Suatu ketika berhenti pada suatu di tempat yang nyamandan sepi untuk
beristitrahat sejenak. Dalam peristirahatan itu yang dapat dilakukan adalh;
memulihkan kekuatan akibat kepenatan badan, melihat dan merefleksikan kembali
perjalanan hidup yang telah dilewati.
Penjelasan
dari Sr. Vincent ini menguatkan diri saya, sehingga hari pertama memulai retret
saya tidak terlalu tegang. Retret ini dilaksanakan di Rumah Retret St. Lidwina
Sukabumi pada tanggal, 12-17 Agustus 2005. Pesertanya terdiri dari para novis,
postulant, dan beberapa Suster yang telah profesi. (Sr. Anna, Sr. Marietta,
Sr. Corona, Sr. Vincentia, dan Sr. Bernadine) pendamping: pater Nico Dister
OFM.
Dalam
retret ini saya diajak untuk mengenal panggilan melalui sejarah Tarekat SFS.
Saya sangat terkesan dengan Md. Rosa de Bie yang begitu cekatan dalam melayani
orang-orang sakit dan lebih banyak berbuat daripada berbicara serta
perjuangannya yang begitu besarketika Md. Rosa de Bie dan para Suster ditantang
dari segi materi dan lingkungan, saat bekerja di RS BOZ. Tantangannya adalah :
listrik tidak ada, kekurangan air, mesin cuci pun tidak ada, sehingga mereka
harus mencuci pakaian dan alat-alat yang kotor dengan kerja tangan. Danjuga
pada saat musim dingin mereka harus menghadapi dengan sabar dan tabah kerena
tidak ada pemanasan untuk memanaskan rumah. Perjuangan Md. Rosa dan para Suster
begitu tinggi sehingga mereka bisa melewatinya dengan baik walaupun ada
kesulitan-kesulitan seperti di atas.
Saya juga terkesan dengan cerita pater Nico
sebelum tidur malam yaitu tentang anjing dan kelinci. Keduanya ini mengingatkan
dan menyadarkan saya akan hidup panggilanku, agar selalu peka dan cekatan
dengan kebutuhan orang lain khususnya saudari yang sakit dan berjuang dalam
menghadapi tantangan yang datang. Misalnya: bila ada masalah berani
menghadapinya, serta harus tahu apa tujuan saya di sini. Bukan hanya ikut-ikutan
seprti anjing-anjing yang mengejar/ mengikuti
temannya. Padahal mereka tidak tahu apa yang dikejar oleh kelinci, temannya
itu. Sebab bila dilihat dalam hidupku sehari-hari masih berbeda dengan apa yang
dimiliki atau yang diteldankan oleh Md. Rosa tersebut. Kurang peka, kurang
cekatan terhadap saudari yang membutuhkan, kurang semngat dan mudah putus asa.
Kurang berani bila ada suatu masalah.
Kini ahnyalah usaha dan perjuangan untuk
mengejar nilai yang telah diteldankan oleh Md. Rosa. Akhirnya retret ini
sungguh membawa arti tresendiri bagi setiap peserta khususnya bagiku, apalagi
didukung dengan keadaan sekitar yang hening, sejuk, dan damai.
Rollys Taslulu (2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar