Jumat, 03 Juli 2015

" MALAIKAT TERDESAK "

Seraut wajah yang benar-benar kurindukan apa yang ada padanya. Ia pucat, kenapa? tubuhnya terbaring, sakitkah? Ia tak menjemputku seperti yang lainnya, tak mendekapku dan hanya tersenyum sayu padaku. Dadaku sesak, tak mengerti atas apa yang sebenarnya telah terjadi. Aku sakit melihatnya seperti itu, melihat seorang malaikatku (biasa kusapa demikian) yang sebelumnya selalu terlihat tegak, energik kini nampak layu dan tak berdaya
. Semakin terseoklah langkahku dan tak bisa bergerak ketika jarak di antara kami semakin mendekat. Nafasku bergetar menyeruak dari sepasang paru-paruku dan getaran nadi tak beraturan dari jantung hatiku. Ada seikat nyeri tertahan yang menjalar di pembuluh nadi ini kala mata malaikatku menjumpai mataku. Ranjang yang bercorak bunga itu seolah menjadi saksi kebekuan hatiku. Saksi seonggok penyesalan yang menjerat dan merobek riang sehelai rasaku. Aku sungguh sangat sedih melihat malaikatku tak berdaya. Aku menyesal, kenapa aku tak mendengarnya, ketika ia mengeluh sakit kepadaku? Aku juga menyesal, kenapa aku tak peduli padanya? aku sungguh-sungguh menyesal, begitu teganya diriku hingga membuatnya sampai seperti ini? 

         “Bagaimana kabarmu, Sobat?” lirihnya mengejutkanku, sambil berusaha untuk tetap tersenyum. Tanganku bergerak cepat mencengkram dadaku yang kian sesak. Suaranya, aku tahu, tak lagi setegas dulu apabila ia tengah memarahiku atau memperingati. Dan senyumnya, aku juga tau bahwa ia harus berusaha keras untuk tersenyum tulus seperti itu. Aku tersenyum getir, menyembunyikan pertahananku yang hampir runtuh dan pecah berkeping-keping. “kau, pura-pura memperdulikanku, hah?” aku yakin, semua temanku memandangku dengan tatapan heran dan menggeram. “aku tahu, kau hanya berbohong dalam surat itu. Kau tidak benar-benar merindukanku. Kau hanya membuatku untuk tidak mengingkari rinduku sendiri. Kau hanya ingin menertawakanku, bukan? kau ingin mengatakan bahwa aku tak akan sanggup bertahan tanpa ada seorang malaikat yang sok hebat di sisiku? jangan harap kau sanggup melakukan hal itu!”. 
      “Apa yang kau katakan, hahh!! Dasar tidak tahu diri!” Dena meraih tangankuku dan kulihat sepertinya siap untuk mendorongku jauh-jauh. Sama seperti yang lain bahkan ada yang tak sudi melihatku dengan membuang wajahnya ke arah lain, kecuali Emilia yang tengah menatapku kasihan bercampur iba. Aku meringis menahan cengkraman Dena dan menahan sesak yang terus menerus mengikat tubuhku. Namun, sebelum wanita bertubuh bongsor itu benar-benar membuatku kehabisan nafas dan jantung tercopot, suara serak malaikatku itu kembali terdengar. “kau benar Rollys, aku memang sama sekali tak merindukanmu. Aku tidak berharap kau datang dan hadir disini, bukankah itu hanya akan mempermalukan keadaanku saja bukan?” “tidak!!! Kumohon... Jangan berkata seperti itu, kumohon…” reflek aku memohon padanya. 
       Lukaku kini menganga lebar, tak dapat kututupi lagi dan nampak begitu kentara dengan bau penyesalan yang menguap. Aku memejamkan mataku perlahan, menahan perih yang sempat terasa sejak malaikat mengatakan hal yang tak pernah kuduga sebelumnya. Aku memang siap dengan segala makian dan sergahannya, tapi aku tak pernah berpikir bahwa ia akan mengakui keadaannya dan membuat sesakku semakin meyesakkan, malah tak ada lagi tempat untuk disesakkan. Rasa – rasanya jantung hampir tercopot dan terlempar jauh. Kenapa kau harus mengatakan itu, kenapa kau harus mengakuinya. Padahal aku berharap engkau memarahiku, engkau membentakku seperti dulu.
Tapi…Begitu saja aku jatuh di sisi ranjangnya. Berlutut. Tak peduli dengan semua tatapan teman-teman yang heran akan perubahan sikapku. Mungkin.. mungkin hanya Emilia yang mengerti semuanya, mungkin hanya ia seorang yang mengerti apa yang sebenarnya kurasakan. Dan juga malaikat. “Kenapa? Kenapa kau tak mengatakannya dalam coretanmu di SMS? Kenapa? Kukira.. kukira kau baik-baik saja..” Aku menghela nafas. Gemetar. “Maafkan aku..” lirihku lagi. “Aku salah..” “Tidak. Kau tidak salah Rollys,” sela malaikat sambil menggeleng lemah. “Aku, aku yang salah dalam hal ini. Aku tidak tidak peduli dengan diriku sendiri. Aku membiarkan diriku, aku membiarkan diriku menangani masalah ini sendirian, aku.. aku bodoh, tak peduli tak mengerti bagaimana perasaanmu sebagai seorang sahabat, aku tak mencoba untuk.. Aargh..” Aku menggigit bibirku. Rasanya, tubuh ini bergemuruh. Terlalu sakit melihat seorang malaikat yang begitu menyayangiku dan selau ada dan membantuku disetiap suka dan duka sebelumnya, kini terbaring sambil menahan sakitnya. Kini memegang dadanya karena desakan lara yang kukira luar biasa sakitnya. Kini merintih pilu digerayangi perih yang sebegitu perihnya. Kini mengerang tertahan perihan yang sepertinya sangat sakit.
       Dan kusadari, kini aku terisak. Tak ada sepatah kata pun yang dapat ku ucapkan, tak segerakkan pun tubuh ini beringsut, kecuali bergemetar karena isakan. Lalu lengan Emilia terjulur memegang pundakku, berusaha menenangkanku layaknya seorang kakak yang merangkul lalu mengusap lengan adiknya yang menangis karena es krim yang baru saja dibelinya jatuh. Malaikatku memejamkan matanya. Entah apa yang dipikirkan. Yang kutahu ia masih sangat menyayangi dan sudah memaafkanku. Dengan gerak reflek tanganku terulur memegang lengannya yang kurus dan memeluknya. Air mataku jatuh lagi, dengan derasnya seolah akan membanjiri ranjang dengan sprei bercorak bunga itu. Semua membisu dan membiarkan suara tangisku, deraian air mata dari malaikatku memenuhi ruangan itu. “Bertahanlah...Yesus selalu bersamamu... percayalah Dia takkan meninggalkanmu... Dia mengasihimu lebih dari segala sesuatu. Yang malaikat alami saat ini adalah rahmat yang luar biasa... kami ada disini untukmu juga” lirihku berusaha mengingatkan bahwa aku dan teman-teman yang lain masih ada di sampingnya untuk memberinya kekuatan. “Untukku.. untuk kita semua.. aku janji tak akan mengulanginya lagi atas apa yang telah kulakukan”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERJUMPAAN YANG TAK DIINGINKAN

💘💕💗 Yang kutakutkan adalah berjumpa dan kemudian berpisah. Rasa-rasanya tak mampu untuk melepaskanmu dan berpisah denganmu. hari-hari pen...