Suatu anugerah dan berkat kebahagiaan syukur yang
luar biasa yang diberikan Tuhan kepada hamba-hambaNya (Kongregasi SFS) karena
boleh mengenang kembali kemandirian kongregasi (lepas dari Kongregasi induk –
BOZ _Belanda) yang ke 21 tahun.
Ucapan syukur ditandai dengan misa syukur. Misa syukur bersama RD. Yustinus Dwi Karyanto (Pastor Paroki St. Yosep Sukabumi) dan dihadiri oleh para suster komunitas Pusat & komunitas St. Fransiskus Assisi Jalan Vetern II/10 dan para saudara –saudari OFS cabang Sukabumi pada pkl. 06.00 bertempat di Kapel Susteran St. Fransiskus, Jalan Rumah Sakit 3.
Ucapan syukur ditandai dengan misa syukur. Misa syukur bersama RD. Yustinus Dwi Karyanto (Pastor Paroki St. Yosep Sukabumi) dan dihadiri oleh para suster komunitas Pusat & komunitas St. Fransiskus Assisi Jalan Vetern II/10 dan para saudara –saudari OFS cabang Sukabumi pada pkl. 06.00 bertempat di Kapel Susteran St. Fransiskus, Jalan Rumah Sakit 3.
Dalam misa syukur ini juga diadakan
pembaruan kaul Fransiskan oleh seluruh anggota Fransiskan untuk setia pada
gereja katolik Roma.
“ teruslah menjadi saksi kebangkitan Yesus,
teruslah wartakan kebaikan dan kasihNya, tetaplah jadilah saksi yang setia”
pesan RD. Dwi dalam kotbahnya.
Perayaan syukur berjalan dengan penuh
hikmat, meriah, dan lancar apalagi ditunjangi dengan pujian dari pujian Fransiskan
yang penuh persaudaraan, semangat, dan gembira.
Pada kesempatan ini, Penulis meminta Pelayan
Umum Kongregasi ( Sr. M. Zita, SFS ) untuk memberikan pesan dan harapan kepada
seluruh anggota Kongregasi SFS yang ditulis demikian.
“Para suster yang terkasih pada tanggal 14
April bagi kita adalah tanggal yang keramat, maksudnya tanggal yang penuh
makna, sebab pada tanggal tersebut sejarah mencatat SFS sebagai Kongregasi yang
mandiri artinya tidak tergantung dari Induk atau asal-usul kita (BOZ- red).
Peringatan kemandirian itu kita sudah memasuki usia 21 tahun.
Meskipun sudah mandiri dan berusia 21
tahun, kita tidak boleh meninggalkan akar yang telah ditanamkan oleh Ibu Rosa
de Bie sebagai kongregasi Peniten Rekolek Caritas yang menjadikan diri sebagai
tempat pengungsian bagi yang menderita. Nilai-nilai ini terus dilatih, dihidupi
setiap hari oleh para penerusnya hingga kini.
Bagaimana kongregasi dari waktu ke waktu
melatih dan menuntun anggotanya agar tetap setia menjalankan nilai-nilai
tersebut di atas sebagai wujud kesetiaan pada panggilan kita yaitu panggilan
dari Tuhan agar kita semakin hari semakin menyerupai-Nya.
Sebagaimana usaha kita untuk menghayati
nilai Rekolek yang tahun ini mendapat perhatian khusus untuk merefleksikan
kembali, sejauh mana penghayatan rekolek kita apakah masih setia sebagaimana
yang diharapkan oleh Pendiri kongregasi.
Melalui jadwal harian yang terdapat pada
konstitusi-konstitusi, kita ketahui betapa pentingnya setiap hari kita melatih
diri terus menerus melalui meditasi, periksa batin, dan kunjungan Sakramen
Mahakudus, selain doa-doa yang lain juga memperoleh perhatian yang sama.
Menarik bahwa konstitusi kita mencatat adanya pergeseran waktu maksudnya jumlah
waktu yang dipergunakan, konstitusi pertama tahun 1855 sampai konstitusi 1928,
meditasi masih mempertahankan dalam satu hari 1 jam dengan pembagian setengah
jam pagi hari dilakukan bersama-sama, setengah jam berikutnya dilakukan sore
hari.
Tetapi pada saat ini tinggal setengah jam
dalam satu hari untuk meditasi, apakah jumlah waktu yang berkurang ini akan
mempengaruhi ‘wujud, warna, rasa’? saya rasa jelas belum lagi masih ada yang
mengurangi lagi dari jumlah waktu yang ditetapkan yaitu 30 menit. Ini baru satu
nilai yang kita angkat, apakah dengan penemuan ini kita masih dikatakan setia
sebagai saksi? Kalau tidak lalu kita akan jadi apa? Rekolek namanya tapi
rasanya sudah lain. Meminjam istilah Romo Driyanto Pr: Ciri-ciri seekor kucing
itu adalah: makan ikan asin, mengeong, menangkap tikus. Kalau kucing sudah
tidak makan ikan asin, tidak bisa tangkap tikus, tidak mengeong apakah dia
masih kucing. Mungkin tubuhnya masih seperti kucing tetapi tingkah lakunya
sudah bukan kucing lagi” sama dengan kita kalau kita meditasi, periksa batin,
kunjungan sakramen tidak kita lakukan apakah kita masih Peniten Rekolek?
Mari para suster kita kembali menggunakan
waktu yang 60 menit sudah menjadi 30 menit untuk meditasi ini jangan kita
kurangi lagi, sehingga rekoleknya sungguh-sungguh berasa, tercium dan terlihat
sehingga kita bisa melakukan perbuatan-perbuatan amah kasih atau caritas bahkan
peran kita sebagai nabi akan semakin terasa dan bermanfaat bagi keselamatan
orang lain”.
Satu lagi pesan dari Sr. M. Sylvana, SFS (
Yunior) berharap semoga SFS tetap selalu dalam semangat kebaruan, semakin
bijaksana, sederhana dan semakin Peniten Rekolek yang memiliki karakter yang
kuat. SFS teru berkibar.
“SFS
paling OK buat saya, meski anggota sedikit namun ada kualitasnya. SFS cocok
dengan saya. Saya bangga jadi SFS” begitu ungkapan Saudari
muda ini.
Selamat Ulang Tahun ke 21 sebagai
Kongregasi yang mandiri. Semoga kita semakin memahami, menghayati, dan
melakukan nilai-nilai rekolek (pendoa) dan menjadi saksi yang setia dalam hidup
persaudaraan dan karya kerasulan yang telah diteladankan oleh Ibu Rosa de Bie
(pendiri) dan Bapa kita St. Fransiskus Assisi.
Mari, saudari-saudari, jadilah saksi yang
setia...
Jayalah selalu dikau, SFSku...
Tuhan berkati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar